Masuknya Investor Asing jadi Angin Segar Industri Logistik - 17 Jul 2017 Customsjakarta.com, Jakarta- Industri logistik nasional saat ini sedang mendapat angin segar. Hal ini karena sejumlah investor asing mulai merambah sektor logistik di dalam negeri. Mereka antara lain berasal dari AS, Jepang, Swiss, Korea Selatan, dan Thailand. Selain bermitra atau membentuk usaha patungan (joint venture), para investor asing masuk dengan cara mengakuisisi perusahaan domestik. Kondisi ini mencerminkan banyak hal positif, salah satunya bahwa regulasi sektor logistik di dalam negeri sudah ramah investor, termasuk investor asing. Sektor logistik selama beberapa dekade pernah tertutup untuk investor asing atau masuk daftar negatif investasi (DNI). Maraknya investasi asing di sektor logistik nasional juga menunjukkan bisnis logistik di Indonesia amat menjanjikan. Dalam konteks lebih luas, para investor asing menaruh kepercayaan tinggi terhadap prospek perekonomian nasional, khususnya terhadap industri logistik di dalam negeri yang antara lain meliputi pergudangan, distribusi, transportasi, dan pengantaran barang. Dengan banyaknya investor yang masuk, terutama investor asing yang notabene memiliki dana, jaringan, teknologi, dan SDM yang mumpuni, kita berharap kinerja logistik nasional membaik. Dengan begitu, produk Indonesia lebih berdaya saing, harga barang bisa ditekan, inflasi dapat dikendalikan, suku bunga turun, dan perbankan lebih optimal menjalankan fungsi intermediasinya terhadap sektor riil. Kita mengapresiasi langkah pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi XV pada Juni lalu untuk menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Melalui beleid berlabel Pengembangan Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional itu, pemerintah menargetkan biaya logistik nasional turun dari 25 persen menjadi 20 persen terhadap PDB pada 2019. Paket ekonomi XV mencakup berbagai aturan, seperti waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time), penerapan portal Indonesia National Single Window (INSW), sistem transportasi, dan pergudangan. Karena penanganan masalah logistik sangat urgen dan krusial, tak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda-nunda penerapan paket kebijakan XV. Pemerintah harus terus diingatkan bahwa sekarang adalah era yang menuntut segalanya serba cepat, tepat, dan efisien. Maka tak ada lagi tempat bagi para birokrat lamban, apalagi bermental feodal. Jika benar rasio biaya logistik di Indonesia sekitar 24 persen terhadap PDB, berarti biaya logistik tahun ini mencapai Rp 3.250 triliun. Itu angka yang sangat fantastis, separuh dari target penerimaan pajak 2017, bahkan jauh lebih besar dari anggaran belanja negara dalam APBN senilai total Rp 2.080,5 triliun. |