Pengelola Pelabuhan Dinilai Gagal Antisipasi Pertumbuhan Arus Barang - 15 Jan 2014
Sebagai negara maritime kepulauan, Indonesia diharapkan memiliki sektor industri pelayaran yang kuat dan dapat diandalkan. Namun kenyataannya dukungan infrastruktur yang ada belum maksimal terutama di sektor pelabuhan. Akibatnya, salah satu persoalan ini menjadi penyebab utama tingginya biaya logistik di tanah air.
Bukan menjadi rahasia umum lagi, jika waktu tunggu kontainer (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyumbang utama tingginya ongkos logistik di Indonesia. Lonjakan dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok dari 4,8 hari pada Oktober 2010 menjadi 8-10 hari di tahun 2013 dinilai memperburuk iklim perdagangan, khususnya di bidang ekspor dan impor.
Kondisi ini meresahkan kalangan pengusaha pelayaran, karena tidak adanya kepastian bagi pemilik barang, terutama dalam proses bongkar muat barang yang memakan waktu cukup lama. Situasi ini menegaskan kinerja layanan pelabuhan Tanjung Priok belum memenuhi harapan dunia usaha. Kondisi dwelling time yang buruk tentu akan bermuara kepada biaya transportasi dan logistik, baik di laut maupun di darat. Tarif-tarif kepelabuhanan pun terus melonjak.
Berdasarkan kondisi tersebut, seperti dikemukakan Akbar Djohan selaku Ketua Komite Tetap Logistik Bidang Regulasi dan SDM Kadin Indonesia, rasanya tidak berlebihan jika pengelola pelabuhan dinilai gagal dalam mengantisipasi pertumbuhan arus barang. Pasalnya, pertumbuhan positif ekonomi Indonesia di tahun 2013 yang mencapai level 5,7-6 persen, terus memacu pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Amat disayangkan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok selama tiga tahun terakhir belum mengalami perbaikan secara signifikan sehingga target pembenahan inefisiensi logistik nasional tak kunjung tercapai.
Berbicara soal infrastruktur, pemerintah selalu mewacanakan akan menggenjot pembangunan dan pengembangan pelabuhan hingga didaerah terpencil. Alasannya, pembangunan infrastruktur terutama pelabuhan dinilai penting, mendukung konektivitas antar wilayah, yang juga dapat mendorong daya saing industri nasional dalam menyambut pasar bebas Asean tahun 2015 mendatang.
Kenyataannya sebagai negara kepulauan yang sangat besar, kuantitas maupun kualitas pelabuhan yang ada sangat minim. Pemerintah bersama dengan pengelola pelabuhan seharusnya konsisten dalam pengembangan pelabuhan, baik yang sifatnya ekspansif maupun untuk membangun baru, karena dibutuhkannya perencanaan matang untuk mengantisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
Pembangunan infrastruktur ini harus dilihat dengan skala kebutuhan jangka panjang. Artinya tidak harus menunggu kondisi stagnan, baru berpikir membangun pelabuhan baru atau alternative. Bisa dilihat pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi andalan, saat ini sudah mengalami stagnasi, sementara pelabuhan alternatifnya belum siap, tambah Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita, di sela pembahasan “Dampak Kinerja Pelabuhan terhadap Ekonomi Nasional,” Sabtu (11/1).
Sumber Tulisan : Business News, Rabu 15 January 2014
Foto : http://img.bisnis.com |