Penaikan Tarif Menual Pro & Kontra - 28 Jan 2014
JAKARTA – Pelaku usaha forwarder dan logistik mendukung rencana PT Pelabuhan Indonesia II menekan waktu inap kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dengan menaikkan tarif penumumpukan.
Ketua Assosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan pihaknya tidak keberatan dengan rencana operator pelabuhan menaikkan tarif penumpukan demi menekan masa inap kontainer atau dwelling time di pelabuhan.
“Kalau barang ditumpuk (di Tanjung Priok) hanya sementara, bukan malah menjadikan pelabuhan sebagai lokasi permanen timbun barang,” katanya kepada Bisnis, Senin (27/1).
Selama ini, Sofian menjelaskan pelabuhan kerap dijadikan tempat penimbunan barang. Idealnya, kegiatan penumpukan barang dan petikemas di pelabuhan bersifat sementara.
Namun, dia mengusulkan rencana penaikkan tarif penumpukan peti kemas di Tanjung Priok hanya untuk kontainer yang sudah menumpuk lebih dari batas waktu bebas (free) atau masuk pada masa progresif.
Dia menambahkan asosiasinya sudah satu kali mengikuti pembahasan rencana penaikan tarif penumpukan peti kemas di Tanjung Priok itu. “Tetapi yang bakal dinaikkan itu tarif penumpukan progresif bukan tarif dasarnya,” ujarnya.
Saat ini, tarif penumpukan barang di tanjung Priok berlaku secara progresif yakni penumpukan masa 1 hari – 3 hari gratis, sedangkan hari keempat hingga ke-10 dikenakan tarif progresif 200% dari tarif dasar. Untuk hari ke-11 dan seterusnya dikenakan tarif progresif 300%.
Adapun tarif dasar penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok untuk ukuran 20 kaki berlaku Rp27.200 per boks dan ukuran 40 kaki Rp54.400 per boks.
Sofian juga mengusulkan tarif progresif penumpukan peti kemas di Tanjung Priok ditingkatkan hingga 1.000% dari tarif dasar untuk mengurangi kepadatan di lini satu pelabuhan sekaligus mempersingkat dwelling time.
Dia menambahkan pelaku usaha dan asosiasi terkait sudah pernah membahas soal rencana penaikan tarif progresif penumpukan di Tanjung Priok itu. “Tetapi sampai sekarang memang belum final,” tuturnya.
Menurutnya, waktu pengeluaran dan pelayanan barang di Pelabuhan perlu terukur dan jelas sehingga biaya logistik juga bisa diukur.
“Tidak seperti sekarang pemilik barang tidak pernah ada kepastian waktu pemasukkan dan pengeluaran barang di pelabuhan, kondisi inilah yang memicu biaya logistik membengkak,” paparnya.
Sumber Tulisan : Bisnis Indonesia, Selasa 28 January 2014
Foto : http://assets.kompas.com |