Produsen Otomotif Jepang Yakini Kebijakan Larangan Ekspor Mineral - 28 Mar 2014
Para produsen otomotif dari Jepang sudah meyakini bahwa kebijakan Indonesia yang melarang ekspor mineral dan mendorong ekspor produk tambang yang bernilai tambah, akan efektif bagi pemenuhan kebutuhan industri di dalam negeri, termasuk untuk memenuhi kebutuhan industri otomotif. Baru setelah itu produksi kendaraan bermotornya akan diekspor.
Menurut keterangan Menteri Perindustrian Mohamad Sulaeman Hidayat usai melantik Harjanto sebagai Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin, Rabu (26/3), seperti juga halnya industri aluminium, pemerintah tengah mengupayakan agar alumina dapat diproduksi secara insentif di dalam negeri. “Sekarang ini Indonesia masih mengimpor alumina dari Australia dan negara lainnya, sementara itu bauksitnya masih diekspor, sehingga untuk itu pemerintah akan menata kembali agar alur produksi dilakukan di Indonesia mulai dari bauksit diolah menjadi proses yang lebih lanjut,” tuturnya.
Hidayat menambahkan, hampir semua produk mobil di Indonesia ditargetkan untuk sebagian dari produksi mereka dapat diekspor. Karenanya tinggal menunggu saja kesiapan infrastruktur kita menjadi lebih baik, tambahnya. Bahkan sebagian produsen otomotif juga ingin menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dari sektor produksi otomotif di kawasan regional dan internasional. Namun demikian untuk mengurangi impor otomotif, maka hal tersebut masih sulit dilakukan,” jelasnya.
Berdasarkan data kebijakan pemerintah untuk menekan impor, tahun 2012 saja nilai impor dikelompok produk otomotif mencapai USD11,147 juta, dengan 306 komoditi impor, total nilai impor yang nilainya di atas USD100 juta mencapai 7.285 nomor HS dan komoditi impor yang nilainya di atas USD100 juta adalah 25 nomor HS. Impor produk otomotif atau kendaraan bermotor berasal dari Jepang, Thailand, Singapura, China, Jerman, Korsel, India, Malaysia, As, dan Taiwan.
Kementerian Perindustrian telah membuat satu pedoman untuk menekan impor produk otomotif, antara lain dengan langkah jangka pendek seperti penerapan NIK wajib (17 digit) tahun produksi dicantumkan pada digit ke-10; Memberlakukan penggunaan part-part yang wajib SNI untuk kendaraan CBU (menyertakan sertifikat SNI part seperti pelek, ban, kaca, baterai); Menaikkan PPnBM kendaraan kapasitas > 3000cc cetus api dan 2500cc diesel; Harmonisasi tarif IKD terhadap tarif Bea Masuk CBU dalam rangka kerjasama internasional.
Sumber Tulisan : Business News, Jumat 28 Maret 2014 |