Sistem Kerja Pemerintah Buruk - 23 Apr 2014
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kelemahan dwelling time atau meningkatnya waktu tinggal kontainer di jalur merah pabean untuk pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia lebih disebabkan sistem kerja pemerintah yang buruk ketimbang infrastruktur fisik.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan perbaikan dwelling time lebih baik difokuskan terhadap kinerja dari masing-masing instansi pemerintah yang terlibat. Meskipun, perbaikan infrastruktur juga dinilai menunjang perbaikan dwelling time.
“Saya kira kelemahan dwelling time itu lebih dari akibat 3K, yakni koordinasi antarlembaga, kepatuhan terhadap perundangan, dan konsistensi pemerintah menjaga kinerja agar tetap tinggi. Bukan karena buruknya infrastruktur,” ujarnya, Senin (21/4).
Hadi menuturkan beberapa instansi pemerintah terbukti overlapping dari ketentuan yang berlaku. Hal itu bisa terjadi apabila tidak ada koordinasi dengan instansi yang lainnya. Oleh karena itu, menurutnya, aturan yang ada tidak bisa disalahkan.
Berdasarkan laporan pemeriksaan BPK yang diterima Bisnis, rata-rata dwelling time jalur merah sepanjang 2012 selama 11,32 hari, dengan rincian pre clearance 3,27 hari, costums clearance 6,24 hari dan post clearance selama 1,82 hari.
Sementara, rata-rata dwelling time jalur merah dalam kurun Januari-Agustus 2013 tercatat 16,92 hari, dengan rincian pre clearance 4,42 hari, costums clearance 10,06 hari dan post clearance 2,45 hari. Adapun, dwelling time tertinggi terjadi pada periode Agustus selama 18,73 hari.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyebutkan sembilan temuan masalah yang menyebabkan ketidaklancaran layanan kapal dan arus barang, antara lain pertama, fungsi otoritas pelabuhan tidak efektif. Menurutnya, pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja layanan masih minim.
Temuan Audit Dwelling Time Pelabuhan Utama RI : •Fungsi otoritas pelabuhan tidak efektif. •Protokol manajemen krisis kelancaran arus barang tidak jelas. •Sistem operasi pelabuhan tidak diterapkan secara konsisten. •Waktu pre clearance impor 41,48% dari total dwelling time. •Pemutakhiran importir/komoditas dan waktunya tidak jelas. •Prosedur pindah lokasi & TPS belum selaras aturan kepabeanan. •Waktu penanganan pengeluaran barang 35,73% dari total dwelling time. •Ketersediaan infrastruktur dan pola pergerakan truk belum memadai. •Sistem informasi pelabuhan belum terintegrasi. Sumber : BPK, 2014.
Sumber Tulisan : Bisnis Indonesia, Selasa 22 April 2014
Foto : http://img.bisnis.com |