29 Mar 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

RUU Perdagangan perketat impor - 22 Jan 2013

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan merupakan suatu terobosan terbaru dari pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan.

Munculnya inisiatif untuk membentuk RUU Perdagangan karena Indonesia hingga saat ini belum memiliki UU Perdagangan.

Sejauh ini, dunia perdagangan di Indonesia masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) milik Belanda.
 
Saat ini, RUU Perdagangan tengah dibahas oleh Komisi VI DPR. Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima mengatakan, semua hal yang akan diatur di dalam RUU Perdagangan menjadi sesuatu yang urgent karena menjadi bagian yang terakumulatif terhadap semua persoalan.

Urgensi RUU Perdagangan ini, lanjutnya, diperlukan untuk memperketat masuknya produk impor ke market domestik. Aturan impor ini juga akan menyelamatkan produk dalam negeri.
 
“Penting untuk menjaga produk dalam negeri,” kata Aria Bima kepada hukumonline usai melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Pakar Ekonomi di Komplek Senayan, Jakarta, Senin (21/1).
 
Aria Bima mengakui bahwa RUU Perdagangan tidak dapat mengeluarkan larangan untuk perdagangan bebas.

Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk membendung barang impor tersebut adalah dengan membuat aturan perdagangan yang yang akan berdampak pada peningkatan transaksi barang produk dalam negeri dengan memperketat aturan impor.
 
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membuat aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta aturan karantina bagi produk holtikultura.

RUU Perdagangan dipastikan akan mempertegas aturan tersebut sehingga tidak semua barang impor dapat masuk ke Indonesia. Artinya, seluruh barang impor yang akan masuk harus memenuhi syarat SNI yang telah diberlakukan oleh pemerintah.
 
“Kita tidak melarang barang impor masuk, tetapi kita punya hak untuk mengatur barang impor yang masuk ke Indonesia,” kata politisi PDIP ini.
 
Demi menjaga konsumsi masyarakat pada produk nasional, DPR akan mencermati pasal per pasal yang dituangkan pada RUU Perdagangan. Soalnya, tidak menutup kemungkinan ada pasal-pasal yang memperbesar arus impor masuk ke dalam negeri melalui RUU ini.
 
Meski sempat beredar isu bahwa RUU Perdagangan ini akan bertentangan dan melanggar aturan World Trade Organinization (WTO),  namun Aria memastikan bahwa hal tersebut tidak akan melanggar aturan WTO.

RUU Perdagangan hanya akan memberikan proteksi kepada produk dalam negeri dengan aturan SNI serta karantina holtikultura.
 
Aria mengeluhkan sulitnya barang-barang dalam negeri masuk ke pasar luar negeri.

Hal tersebut diakibatkan oleh ketatnya aturan yang diberlakukan di luar negeri. Hasilnya, produk dalam negeri seperti sawit dan ikan tidak dapat diekspor karena dinilai tidak memenuhi aturan Negara tujuan ekspor.
 
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomika & Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro mengatakan, jika pemerintah ingin menetapkan aturan SNI pada RUU Perdagangan untuk barang impor, maka pemerintah juga harus menerapkan hal yang sama dengan produk dalam negeri.
 
Di samping sebagai sarana proteksi, pemerintah dan DPR perlu mengingat prinsip dasar WTO tentang non-discriminatroy, national treatment.

“Bila barang impor kena syarat wajib SNI maka barang lokal pun juga harus dikenai,” katanya kepada hukumonline.
 
Mudrajad menambahkan, SNI masih dilihat secara beragam oleh industri nasional.

Perusahaan atau industri tertentu ada yang melihat SNI sebagai biaya tambahan.

Selain itu, kepedulian konsumen Indonesia terhadap produk ber-SNI juga masih relatif rendah. (hukumonline.com)