29 Apr 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Pembatasan importir tak mendorong kartel - 04 Mar 2013

Kementerian Pertanian membantah pengaturan pembatasan impor mendorong terjadi kegiatan kartel perdagangan sapi.

"Pengawasan dan pengetatan pintu masuk sudah dilakukan di setiap pelabuhan pintu masuk melalui badan karantina pertanian," ujar Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Haryono, Minggu (3/3/2013).

Saat ini Kementerian Pertanian masih mempelajari apakah peraturan pembatasan bisa mencegah terjadinya tindakan ilegal. "Kami sedang pelajari aturannya seperti apa. Kesempurnaan akan tercapai secara bertahap," jelas Haryono.

Dalam penjelasannya Haryono mengatakan kalau peraturan pembatasan produk impor sudah dilakukan di berbagai negara. Haryono menjelaskan kalau pembatasan tersebut bukan berarti melarang adanya impor.

"Pemerintah bukan membatasi atau melarang masuknya produk dari negara lain. Ini hanyalah pengaturan dan normal dilakukan oleh setiap negara," ungkap Haryono.

KIAN TINGGI

Pembatasan impor daging sapi berdampak pada anjloknya minat konsumsi daging sapi. Penyebabnya tidak lain karena naiknya harga daging sapi di pasaran.

Saat ini, harga daging sapi masih berada dikisran Rp87 hingga Rp90 ribu per kilogram.

Sementara, data yang da di Dinas Peternakan dan Perikanan, (Disnakan) Kabupaten Bogor, hingga akhir tahun 2012, tingkat konsumsi protein hewani, baru   mencapai 5,16 gram per kapita perhari, atau 7,5 ton perkapita perhari.

Jumlah tersbut masih jauh di bawah target konsumsi daging nasional, yakni 7,5 gram perkapita perhari.

“Tingkat konsumsi protein hewani warga Kabupaten Bogor memang masih sangat rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi hal itu, salah satunya kemampuan daya beli masyarakat,” ujar Kadisnakan, Sutrisno, kepada Radar Bogor (Grup JPNN), Sabtu (2/3).

Di katakannya, warga rata-rata hanya mampu membeli daging sapi dikisaran harga Rp60 ribu perkilogram.

Sementara, sejak adanya pembatasan kuota sapi impor, terjadi kenaikan harga yang tidak lagi terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Akibatnya, tingkat konsumsi daging sapi warga Kabupaten Bogor, semakin anjlok.

"Kenaikan harga ini sebenarnya tidak masuk di akal, sebab pasokan sapi lokal dari daerah produsen sapi mencukupi,” katanya. Dengan kanaikan ini, Disnakan tidak bisa berbuat banyak.

Menurut Trisno-sapaannya-, pihaknya hanya mengimbau warga untuk meningkatkan konsumsi daging dan berupaya menjaga ketersediaan pasokan.

Trisno memaparkan, saat ini kebutuhan daging sapi warga Kabupaten Bogor sekitar 50 ekor per hari. Sementara, pasokan sapi dari daerah mencapai 100 ekor perhari.

Tingkat produksi daging dari 3 rumah potong hewan (RPH) milik Pemerintah di Kabupaten Bogor, mencapai 90-120 ekor perhari. Sebagian daging tersebut, didistribusikan ke sejumlah pasar di wilayah Jabodetabek.

“Tapi di tiap RPH, kami tekankan untuk memenuhi kebutuhan warga Kabupaten Bogor terlebih dahulu. Karena itu, pasokan daging mencukupi,” katanya.

Di Kabupaten Bogor, sapi dari daerah masuk ke 6 perusahaan penggemukan sapi, populasinya saat ini mencapai 10.100 ekor. Di sisi lain, kenaikan harga daging sapi membuat tingkat penjualan sejumlah pedagang menurun.

Rizki Darmawan, pedagang sapi di pasar Cibinong mengatakan, tingkat penjualan turun hingga 50 persen, dari kondisi normal. “Bahkan beberapa pedagang terpaksa berhenti berjualan, menunggu harga daging stabil,” katanya.

Menurut, Rizki, turunnya minat pembeli, bukan hanya dikarenakan mahalnya harga daging. “Tapi juga kualitas daging lokal yang masih jauh dibawah kualitas daging impor,” katanya. (tribunnews.com/jpnn.com)