28 Mar 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Catatan Akhir Tahun : Efisiensi Truk Logistik, Pungli & Kontainer Limbah Yang Menghantui Priok - 23 Des 2019

Truk kontainer pengangkut peti kemas berukuran 40 kaki nampak lalu lalang di jalan raya pelabuhan Tanjung Priok hingga ke jalan Yos Sudarso Jakarta Utara, pada siang menjelang sore itu.

Hanya dengan menggunakan dua sumbu pada headtruk (kepala truk), armada trailler itu dengan leluasa bisa mengangkut kontainer berukuran 40 kaki.

Saat dikonfirmasi hal ini, raut wajah Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, nampak galau.

Dia bahkan langsung mengajak penulis untuk mengamati satu persatu truk trailer pengangkut kontainer yang lalu lalang persis melintas didepan kantor asosiasi para pengusaha truk itu.

"Nah, itu benar, itu yang salah, itu benar dan itu juga salah," ujar Gemilang berulangkali dengan mimik cukup serius.

Gemilang lantas menyampaikan, penggunaan headtruk dengan dua sumbu untuk pengangkut kontainer berukuran 40 kaki yang banyak digunakan operator truk lantaran untuk menyesuaikan dengan efisiensi operasional trucking saat ini.

Menurutnya, ditengah persaigan ketat bisnis trucking, kini pengusaha truk mesti menyiasati cost operasionalnya, antara lain yang berhubungan dengan pemakaian sukucadang/ban.

"Memang ada aturannya kalau narik peti kemas 40 kaki itu mesti pakai headtruk tiga sumbu. Tetapi ternyata dengan hanya dua sumbu juga tidak ada masalah soal keselamatan. Jadi kalau kita perdebatkan hal ini cukup panjang untuk mengurainya," tandas Gemilang.

Namun, apa yang dikemukakan Ketua Umum DPP Aptrindo itu dapat menjadi catatan bahwa bisnis trucking-pun sekarang ini mencoba melakukan efisiensi lantaran ketatnya persaingan meraih order pengangkutan serta rendahnya produktivitas/ritase truk akibat kemacetan jalan raya.

Kendati begitu, imbuhnya, pengusaha truk tetap harus memerhatikan faktor keselamatan saat armadanya beroperasi.

Pungli

Gemilang pun menyinggung soal maraknya praktik pungutan liar (pungli) diluar pelabuhan yang kerap dialami para Sopir Truk, mulai dari yang dilakukan oleh preman maupun pak ogah yang terkadang memaksa meminta uang recehan kepada para Sopir truk di jalanan.

Sedangkan di dalam pelabuhan, Gemilang yang sudah cukup asam garam mengelola trucking itu menyakini, tidak ada lagi praktik pungli dalam bentuk dan istilah apapun terhadap Sopir truk saat melakukan penerimaan maupun pengambikan kontainer di terminal peti kemas atau lini satu pelabuhan.

"Kalau didalam pelabuhan rasanya saya yakin gak ada lagi pungli terhadap Sopir truk. Sebab orang-orang di pelabuhan Priok itu istilahnya sudah ‘mengharamkan‘ mengutip uang orang kecil seperti Sopir Truk itu," paparnya.

Terlepas dari prokontra pungli itu, Gemilang justru sangat meyakini bahwa praktik pungli justru terjadi diluar pelabuhan sehingga menyebabkan cost logistic ikut terkerek.

Hal senada diungkapkan kalangan perusahaan importir nasional bahwa praktik kutipan tanpa dasar justru terjadi diluar pelabuhan Priok yang dilakukan perusahaan keagenan kapal asing dan forwarding terhadap kegiatan importasi.

Menurut Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt.Subandi, pemerintah RI melalui instansi tehnis terkait belum serius membenahi persoalan logistik nasional yang menyebabkan komponen biaya logistik di dalam negeri ikut melambung saat ini.

"Sehingga saya berpandangan hingga kini Pemerintah belum serius mau menurunkan biaya logistik di Indonesia.Bagaimana mungkin praktik pemerasan dan pungli di agen pelayaran asing maupun forwarding itu tidak tersentuh sama sekali," tandas Subandi.

Menurutnya, kutipan tanpa dasar yang tidak ada pekerjaanya atau layananya oleh agen kapal asing dan forwarding itu hingga Rp 1.150.000 per kontainer ukuran 20 kaki yaitu biaya equipment handling charges (EHC).

Kutipan lainnya, imbuh dia, yakni saat pengambilan dokumen delivery order (DO) di Shipping Agent  NVOCC per kontainer mencapai Rp 3.000.000 s/d Rp 3.500.000 belum termasuk uang jaminan sebesar Rp 1.000.000 per kontainer 20 kaki.

Subandi menyadari, pemilik barang di posisi yang lemah karena jika tidak mau membayar kutipan-kutipan tanpa dasar itu maka tidak bisa mendapatkan dokumen DO untuk pengambilan kontainer di pelabuhan.

Selain kutipan-kutipan itu, ungkap Subandi, terdapat juga biaya cleaning kontainer sebesar Rp 570.000 per bok, meskipun barang yang dibongkar tidak menimbulkan kotoran.

Belum lagi biaya lift off  kontainer kosong atau empty di depo diluar kawasan Priok sebesar Rp 650.000 perbok, padahal di pelabuhan Tanjung Priok saja yang peralatanya modern dan dengan kondisi kontainernya full (berisi) hanya Rp 187.500 perbok.

Karenanya, GINSI mengingatkan pemerintah jangan terlalu terfokus soal biaya logistik di pelabuhan karena biaya dipelabuhan relative terkendali, rasional serta telah disepakati penyedia dan pengguna jasa ketika akan diterapkan.

"Tetapi yang diluar pelabuhan seperti agent shipping maupun forwarding, depo empty dan gudang lini 2, sepertinya (tarifnya) sesuka mereka dan tidak ada yang awasi," tandas Capt Subandi.

Dia mengatakan, supaya pemerintah membentuk satgas anti pungli dan pemerasan untuk kegiatan di luar pelabuhan agar jangan sampai keinginan pemerintah menurunkan biaya logistik justru malah sebaliknya.

Kontainer Limbah

Persoalan lain yang masih menghantui pelabuhan Tanjung Priok yakni, masih terlantarnya ribuan kontainer impor plastik yang diduga mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) di kawasan pabean pelabuhan Tanjung Priok.

Pasalnya, meskipun sudah lebih dari 150 hari, hingga kini pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum melakukan pemeriksaan terhadap ribuan kontainer impor yang diduga bermasalah itu.

Padahal, action cepat KLHK sangat dinanti para pebisnis di pelabuhan Tanjung Priok lantaran hal ini penting dilakukan guna memberikan kepastian apakah kontainer-kontainer itu mesti di reekspor ataukah dirilis keluar pelabuhan untuk bahan baku menopang industri plastik yang orientasi ekspor.

Terhadap semua persoalan yang masih tersisa ditahun 2019 itu, kini predikat pelabuhan Tanjung Priok sebagai barometer perekonomian nasional, kembali diuji dengan segudang permasalahannya yang belum terselesaikan.

Apalagi pelabuhan Tanjung Priok Jakarta saat ini sebagai pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia karena lebih dari 65% aktivitas perdagangan ekspor impor maupun domestik dikapalkan melalui pelabuhan ini.

Harapannya, seluruh persoalan itu berprogres sekaligus dapat terurai satu persatu di tahun depan.

Sumber berita: