ALFI DKI: Terminologi Surcharges Sulfur Kapal Kurang Tepat - 28 Jan 2020![]() Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia mempertanyakan terminologi dikenakannya biaya tambahan (surcharges) kepada pemilik barang oleh pelayaran atas kewajiban pihak pelayaran/kapal menggunakan bahan bakar (BBM) dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% m/m, atau sulfur rendah/low sulfur. Adil Karim, Ketua DPW ALFI DKI Jakarta mengatakan, terminologi surcharges tersebut kurang tepat lantaran mengakibatkan kebingungan dan pertanyaan para pemilik barang kepada pihak yang mewakilinya dalam hal ini forwarding. Kendati begitu, Adil mengatakan biaya tambahan akibat penggunaan sulfur rendah oleh pelayaran atau low sulfur surcharges (LSS) belum dialami oleh pemilik barang maupun forwarding yang mewakilinya di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. "Kami belum menerima laporan ada perusahaan aggota yang dikutip LSS di Priok. Yang jelas menurut kami terminologi surcharge itu kurang tepat, kalau pelayaran mau pakai istilah kenaikan ongkos angkut kan bisa saja, jangan lalu menggunakan istilah surcharges.Ini yang bikin kami bingung kok barang kami dikenai surcharges?. Kendati begitu, Adil mengingatkan agar perusahaan pelayaran tidak memakai terminologi surcharges tersebut karena istilah itu sulit diterima oleh kargo owners. Berdasarkan informasi yang dihimpun ALFI DKI, pihak pelayaran nasional yang melayani pengangkutan peti kemas domestik telah menyebarkan pemberitahuan bakal mengenakan low sulfur surcharges (LSS) termasuk untuk rute dari Jakarta (Pelabuhan Tanjung Priok) ke beberapa wilayah. Misalnya, terhadap peti kemas berukuran 20 kaki untuk rute Jakarta-Palembang dan Jakarta-Semarang dikenakan surcharge Rp.400 ribu/bok, Jakarta-Banjarmasin Rp.800 ribu/bok, Jakarta-Pare Pare Rp.1,2 juta/bok, dan Jakarta-Timika Rp.1,7 juta/bok. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewajibkan penggunaan bahan bakar low sulfur bagi setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia, baik itu kapal berbendera Indonesia maupun asing. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang Tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal. Saat ini, kapal-kapal di Indonesia masih menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur sebesar 3,5%. Berdasarkan regulasi International Maritime Organization (IMO) 2020 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020 tersebut, pemerintah mewajibkan kapal-kapal Indonesia menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur maksimal sebesar 0,5% yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi udara. Sumber berita: |