Bulog impor daging sapi Australia & Selandia Baru - 20 May 2013 Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengelola impor daging sapi. Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menuturkan, agar pihaknya dapat mengelola daging sapi, maka harus ada aturan-aturan yang diberlakukan, dan setidaknya Perum Bulog sudah memiliki izin. Namun, Sutarto belum dapat memastikan berapa kapasitas daging yang dapat dikelola kerena ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah. “Biasanya pemerintah mengimpor daging sebanyak 100 ribu ton per tahun, namun jumlah impor tahun ini turun jadi 80 ribu ton,” tuturnya. Menurutnya, saat jumlah impor turun namun harga naik, maka persoalan ini harus dipelajari pemerintah. Dia menganalisa, mungkin ini karena ada kaitan dengan penawaran dan permintaan. Mengenai jumlah pengelolaan daging, pihaknya mengusulkan pengelolaan sebesar 10 persen atau sekira 28 ribu ton daging sapi. Saat ini pihaknya menunggu keputusan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia. Dia menegaskan, ke depannya produksi di daging sapi di dalam negeri harus didorong. Sebelumnya, pemerintah Indonesia lewat Perum Bulog berencana akan mengimpor daging sapi dari Australia dan Selandia Baru sebanyak 3 ribu ton untuk menstabilkan harga daging di dalam negeri. Di tengah merebaknya isu suap daging impor yang ditayangkan di televisi, harga daging di Pasaran menanjak naik. Di Pasar Raya Padang misalnya, jika bisanya dijual dengan harga Rp80 ribu/kg, kini naik menjadi Rp90 ribu/kg. Sejumlah pedagang mengaku jual beli mereka menjadi berkurang. ”Sekarang daya beli lemah, karena harga daging naik. Susah kita menjual sekarang,” ujar salah seorang pedagang daging Oyon (55) kepada koran ini kemarin. Kenaikan harga daging ini, kata dia sudah berlangsung sebulan belakangan. Harga daging naik karena mengikuti naiknya harga sapi inpor yang didatangkan dari Lampung ke Padang. ”Kami terpaksa menaikan harga karena harga sapi perekornya juga mahal,” terang pria ini. Ia memprediksi harga ini akan terus naik selama beberapa waktu ke depan, dan mungkin juga mencapai harga Rp100 ribu/kg. Pengakuan yang sama juga dilontarkan pedagang lainnya, Amdia (45). Akibat naiknya harga daging, dirinya terpaksa mengurangi stok daging. Karena, jika diambil dalam jumlah yang banyak dari agen, ia khawatir daging tak habis terjual, sehingga busuk dan mengalami kerugian. ”Sekarang ambilnya sedikit saja, takut tak habis,” ujarnya singkat. Sebagian kini, kata dia, pembelian hanya dari langganan dari rumah makan, kedai soto dan sate. Sementara untuk rumah tangga sangat sedikit. Erni (38), salah seorang pembeli mengatakan, terpaksa mengurangi jatah daging karena harga daging naik. Saat ini, kata dia, daging hanya mampu dibelinya sebanyak seperempat kilo saja karena harganya sudah sangat mahal. Untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga, Erni mengaku telah mengalihkannya ke Lauk yang lain seperti ikan, ayam dan telur. ”Paling hanya bisa sekali sebulan bikin rendang. Selebihnya beli ikan, telur dan ayam saja,” tukas Erni. (republika.co.id/posmetropadang.com) |