28 Mar 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Menyehatkan Tata Niaga Impor - 29 Jul 2013

Menurut kabar tidak sedap bahwa terjadi potensi kartel di enam komoditas pokok sebesar Rp. 11,4 triliun dalam aktivitas impor. Itulah tundingan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia terhadap maraknya impor berbagai komoditas akhir-akhir ini.

Menanggapi pernyataan Kadin Indonesia tersebut, Menko Perekonomian Hatta Rajasa meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) menyelidikinya. Hatta meminta KPPU bekerja keras mencari indikasi kartel yang berkaitan dengan komoditas bahan pokok tersebut. Kalau KPPU menemukan kartel, maka lembaga ini diminta menertibkannya. Sebuah pernyataan yang sederhana, namun tegas maksudnya.

Menurut Kadin Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, selama ini pangan nasional tidak seimbang karena permintaan yang banyak, sementara pasokan berkurang. Berdasarkan catatan Kadin, potensi kartel dari enam komoditas strategis, yaitu daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras nilainya mencapai Rp. 11,34 triliun. Nilai potensi kartel ini belum termasuk komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan.

Jika dirinci, perkiraan kebutuhan konsumsi nasional dengan nilai potensi kartel bias diperkirakan. Di mana kebutuhan daging sapi yang mencapai 340 ribu ton, nilai kartelnya sekitar Rp.340 miliar. Kemudian daging ayam 1,4 juta ton mencapai Rp. 1,4 triliun. Sementara, gula sebanyak 4,6 juta ton nilai kartelnya diperkirakan mencapai Rp.4,6 triliun, kedelai 1,6 juta ton sebesar Rp.1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton kartelnya kurang lebih Rp. 2,2 triliun, dan beras impor 1,2 juta ton kartelnya diperkirakan mencapai Rp. 1.2 triliun.

Terkait impor daging sapi, meningkatnya ekonomi masyarakat Indonesia membuat konsumsi daging yang semula 2,3 kg per kapita per tahun bergerak naik, mengejar negara lain yang sudah 20 kg. celakanya pertenakan sapi lokal tak banyak berkembang,bahkan ditengarai turun. Produksi daging masih mengandalkan petani yang hanya memelihara satu atau dua ekor sapi secara tradisional. Alhasil, produk dan produktivitas tak jua beranjak.

Sebagai catatan, sejak beberapa hari terakhir ini, pemerintah dan Badan Urusan Logistik (Bulog) telah menyebar daging sapi impor di berbagai pasar tradisional. Daging yang dijual murah itu berasal dari Australia. Kebutuhan yang satu ini melonjak selama bulan Ramadhan dan menjelang lebaran Idul Fitri. Pemerintah melalui Mendag Gita Wirjawan yakin, langkah ini bisa mengendalikan harga daging sapi yang saat ini ada di level Rp. 90.000 per kilo gram (kg).

Pada dasarnya Indonesia bukan Negara pecandu impor. Bahkan, yang diinginkan pemerintah tidak selalu mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selama produksi nasional mencukupi, Kemendag tidak akan melakukan impor untuk memenuhi permintaan di pasar. Namun karena produksi nasional belum mencukupi seiring permintaan yang tinggi sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka pemerintah menyikapinya dengan melakukan impor untuk stabilisasi harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

Kabarnya kuota impor yang diberlakukan menambah ruwet tata niaga daging. Pasalnya, tak jelas data suplai dan pasokan yang menjadi acuan, meski sensus pertanian telah digelar Badan Pusat Statistik (BPS) dengan biaya Rp. 1,3 triliun. Tata niaga pangan yang amburadul ini harus segera dibenahi. Sistem kuota impor harus diakhiri, tak hanya pada komoditas daging tapi, juga komoditas lain seperti bawang putih yang sering bergejolak, sistem ini hanya menghasilkan rente ekonomi yang memperkaya sekelompok orang dan sebaliknya makin memiskin kalangan pertenak dan petani.  

Sumber : Business News