Perajin Tempe Ancam Mogok - 27 Aug 2013
Para perajin tahu tempe mengancam mogok produksi jika harga kedelai teruz naik.
JAKARTA – Gejolak harga kedelai dinilai merupakan akibat dari melemahnya rupiah terhadap dollar AS. Selama ini, ketersediaan kedelai bergantung pada impor asal Amerika Serikat. Jika pemerintah tidak membantu, perajin tahu dan tempe mengancam mogok berproduksi.
“Sejak awal Agustus, sudah ada tren kenaikkan harga. Kita sudah buat edaran ke anggota, dan pada 21 Agustus menyampaikan surat ke Pemerintah untuk membantu menstabilkan harga kedelai. Namun, hingga kini, belum ada respons,” kata ketua DPD Koperasi Perajin Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI), Asep Nurdin, di Jakarta, Senin (26/8).
Nurdin menyebutkan harga kedelai impor pada awal Agustus 6.900-7.000 rupiah per kilogram (Kg), dan saat ini sudah menembus angka 8.500 rupiah per Kg. Bahkan di tingkat perajin tahu dan tempe mencapai 9.000 rupiah per Kg. Harga tersebut sudah mengkhawatirkan.
Saat ini, kata Nurdin, sebagian perajin tahu dan tempe yang produksinya di bawah 50kg per hari sudah mulai menghentikan produksinya. Jika awal Agustus perajin masih mendapatkan keuntungan, sejak harga kedelai impor naik, modal untuk produksi menjadi tidak ekonomis.
“Awal Agustus harga masih 7.000-an, produksi 50kg masih dapat keuntungan. Namun, ketika perajin beli kedelai baru, harga sudah naik jadi 9.000-an, biaya produksinya sudah tidak ekonomis, tidak dapat keuntungan,” ungkap dia.
Kondisi itulah, imbuh Nurdin, yang mengakibatkan perajin tahu dan tempe yang produksinya di bawah 50kg mulai menghentikan produksinya. Bahkan di daerah, para perajin mulai bergerak melakukan demonstrasi. Sedangkan di Jakarta, pekan depan, mungkin para perajin akan melakukan mogok produksi jika harga kedelai terus mengalami kenaikan.
Lebih lanjut, Nurdin mengakui selama ini produksi kedelai di dalam negeri tidak jelas. Walaupun BPS mengklaim produksi nasional mencapai 800.000 ton, kenyataannya tidak ada stok kedelai. Untuk mengendalikan harga, kata Asep, sebaiknya pemerintah segera melakukan langkah konkret dan strategis, salah satunya menjaga rupiah, sehingga harga kedelai impor tidak melonjak.
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian mengaku kesulitan meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri karena lahan seluas 400 ribu hectare yang dibutuhkan petani kedelai tidak terealisasi.
Padahal, selama ini, minat investor untuk menanam kedelai relative bagus. Tercatat sudah ada enam investor yang menyatakan minatnya. Akan tetapi, karena tidak ada dukungan infrastruktur dan tambahan lahan, akhirnya mereka mengurungkan niat investasi.
Dengan kondisi itu, kata Anggoro, akhirnya Kementerian Pertanian memaklumi jika saat ini angka importasi kedelai masih cukup tinggi.
Hanya Sementara Secara terpisah, Menteri Koperasi dan UKM, Sjarifuddin Hasan, meyakini bahwa kenaikkan harga kedelai dipasaran dalam beberapa waktu terakhir hanya bersifat sementara. “Kedelai itu sebagian masih diimpor dari Amerika Serikat, dan ini terjadi karena melemahnya rupiah terhadap dollar AS beberapa hari ini. Kami yakini bahwa ini sifatnya hanya sementara,” kata dia.
Dia meyakini setelah pemerintah menerbitkan paket kebijkan untuk merespons pelemahan nilai tukar rupiah pekan lalu, rupiah akan mengalami apresiasi dalam beberapa waktu ke depan. Jika rupiah kembali menguat dan stabil terhadap dollar AS, harga-harga komoditas termasuk kedelai akan kembali pada posisi stabil seperti semula.
Meski demikian, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) akan mengintervensi pasar untuk mengendalikan harga kedelai agar tetap stabil. Bulog sudah melakukan impor kedelai dengan tujuan mengintervensi pasar agar harga kedelai tetap stabil.
Sumber : Koran Jakarta, Selasa 27 Agustus 2013 |