Impor Daging Sapi Berpotensi Semakin Kencang - 28 Aug 2013
JAKARTA – Perhimpunan Pertenakan sapi dan kerbau Indonesia menilai pemberlakuan kebijakan harga peluang mendorong upaya impor daging sapi secara besar-besaran sehingga berpotensi mendistorsi harga di tingkat peternak.
Dalam menghadapi penguatan dolar AS terhadap rupiah, pemerintah telah mengeluarkan empat kebijakan. Salah satu di antaranya mengganti kebijakan kuota impor daging sapi dan diganti dengan kebijakan harga. Dasar dari kebijakan tersebut adalah dalam rangka mengimbangi daya beli masyarakat akan produk daging sapid an hortikultura.
Ketua Umum Perhimpunan Pertenak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana mengatakan kebijakan patokan harga daging sapi itu mendorong terjadinya spekulasi harga dipasar. Bahkan, harga daging sapi dipermainkan hingga menembus batas harga atas untuk membuka peluang impor.
“Kami memandang ada potensi terjadi spekulasi harga yang pada ujungnya akan membuka kran impor sebesar-besarnya,” jelasnya, Selasa (27/8).
Dia menilai pemerintah terlalu terburu-buru dalam menetapkan kebijakan itu. Alasannya, belum ada ketentuan teknis mengenai kebijakan ini.
Teguh memprediksi pemerintah akan menetapkan suatu level harga daging sapi tertentu. Setelah itu ada spekulasi sehingga membuka peluang importasi dengan tujuan harga daging diharapkan turun di bawah batas harga.
“Seharusnya kebijakan yang diputuskan pemerintah harus sudah didukung dengan ketentuan teknis yang mendukungnya, faktanya belum tentu seperti ini,” katanya.
Berdasarkan data yang dimilikinya, persentase konsumsi daging sapi didesa untuk golongan berpendapatan rendah, menengah dan tinggi masing-masing 0,93%, 2,47% dan 7,13%. Secara total, konsumsi daging sapi dan kerbau hanya sekitar 19% dari total konsumsi.
TAK PERLU PANIK Teguh berpendapat pemerintah tidak perlu panik terkait kenaikan harga daging sapi sejauh harga tersebut belum menyentuh para peternak.
“Justru untuk melindungi peternak rakyat, pemerintah harus menggunakan kebijakan bea masuk untuk menghindarkan terjadinya distorsi harga tingkat peternak,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono mengatakan fokus pemerintah adalah melindungi peternak dan juga konsumen. Namun, kebijakan pemerintah adalah untuk melindungi konsumen dari kondisi fluktuasi harga.
“Intinya peternak tidak dirugikan dan konsumen tidak diberatkan. Namun, bila harga terlalu mahal seperti saat ini, maka konsumen harus dilindungi,” katanya. Untuk itu dalam waktu dekat, Kementerian Pertanian akan memaparkan hasil kajian mengenai biaya produksi yang harus dikeluarkan peternak sapi. Hasil kajian ini, selanjutnya akan dijadikan patokan dalam menentukan harga ketetapan ini.
“Dirjen Peternakan sedang melakukan kajian akan besaran biaya produksi yang harus dikeluarkan peternak, hasil ini akan dijadikan patokan menentukan besaran harga referensi nanti. Kajian ini melibatkan berbagai disiplin ilmu dan depertemen,” katanya, berdasarkan perkiraan kasar, Suswono mengatakan Perbandingan harga produksi dengan harga konsumen adalah 2,5 kalinya.
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 28 Agustus 2013 |