27 Apr 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Kenakan BM Impor Gandum Untuk Subsidi Petani - 06 Sep 2013

JAKARTA – Guna mengantisipasi dan kebergantungan pada impor pangan, pemerintah perlu memberikan bantuan langsung kepada petani yang menanam umbi dan kacang sebagai upaya diversifikasi pangan. Anggaran itu program itu bisa berasal dari kenaikan tariff bea masuk (BM) barang mewah dan pengenaan BM impor gandum yang semula 0 persen menjadi 10 persen.

Anggota Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan RI, Gunawan, mengatakan pengenaan bea masuk impor lebih tinggi bisa dilakukan oleh gandum karena dampaknya hanya ke konsumen tertentu.

“Keputusan Pemerintah menaikan tarif bea masuk barang mewah sudah benar. Selanjutnya, pemerintah harus mulai mengurangi impor gandum melalui bea masuk impor yang semula 0 persen menjadi 10 persen,” kata Gunawan di Jakarta, Rabu (4/9).

Menurut Gunawan, dampak pengenaan bea masuk yang tinggi tidak terlalu buruk. Bahkan, dari BM impor gandum 10 persen setidaknya bisa dihimpun dana 300 juta dollar As. Dana itu bisa di gunakan untuk diversifikasi pangan melalui pengambangan makanan tradisional Indonesia seperti umbi dan kacang yang ditinggalkan karena mengikuti tren impor. Sesuai dengan peraturan presiden soal keanekaragaman konsumsi pangan local, pemerintah bisa mengembangkan umbi-umbian sebagai bahan tepung pengganti terigu.

“Pendapatan dari bea masuk impor gandum juga bisa dialihkan untuk menyubsidi perajin tahu dan tempe sebagai sumber gizi rakyat yang memadai daripada daging dan ayam yang harga mahal.”

Lagi pula, menurut dia, sangat tidak masuk akal apabila pemerintah mengenakan BM impor gandum 0 persen, tetapi, beras diatur Negara. Padahal, jika di Negara produsen gandum mengalami krisis, yang diutamakan adalah kepentingan dalam negerinya. “Kebergantungan ini akibat kesalahan masa lalu yang terakumulasi sampai sekarang. Kita seperti keracunan pada sistem ekonomi yang salah. Akibatnya, dasar ekonomi kerakyatan tidak pernah diutamakan.”


Sumber : Koran Jakarta, Kamis 5 September 2013