27 Apr 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Kadin Desak Realisasi Pelabuhan Cilamaya - 09 Sep 2013

BANDUNG – Kadin Jawa Barat mendesak pemerintah pusat memprioritaskan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat untuk mengurangi kepadatan arus ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal Sutisno mengatakan proyek Cilamaya perlu direalisasikan guna mengakselerasi kinerja industri nasional yang akan menopang daya saing industri nasional menyambut Pasar Bebas Asean atau Asean Economic Community (AEC) 2015.

Dia menjelaskan Cilamaya memiliki posisi strategis untuk melayani kebutuhan industri yang berada di kawasan timur Jakarta serta kawasan industri yang berada di Jabar seperti Bekasi, Karawang, Subang, Purwakarta dan Cirebon.

“Kalau melihat pertumbuhannya, industri di kawasan Jakarta dan sekitarnya itu sudah jenuh dan macet. Kawasan-kawasan industri di Jakarta bagian timur dan Jabar yang terus berkembang hingga Cirebon membutuhkan pelayanan yang baik,” katanya, Minggu (8/9).

Saat ini, dia mengungkapkan sekitar 60%-70% arus barang ekspor impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari wilayah Jabar.

Menurutnya, keberadaan Pelabuhan Cilamaya juga menjadi solusi pengurangan beban jalan raya dan kemacetan di Ibu Kota.

Selain itu, proyek itu bakal mendongkrak produktivitas ekonomi nasional, efisiensi biaya logistik, serta meningkatkan partisipasi swasta di sektor kepelabuhanan.

Undang-Undang (UU) No. 17/2008 tentang Pelayaran memberikan ruang yang cukup bagi swasta dan pemerintah daerah mengembangkan pelabuhan di kawasannya serta menghapus monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan.

Pada 2012, Kadin Jabar mencatat arus peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 6,445 juta TEUs, atau naik 8,9% dibandingkan dengan arus peti kemas selama 2011 sebanyak 5,918 juta TEUs.

Pertumbuhan arus peti kemas di Tanjung Priok diperkirakan mencapai 1 Juta TEUs per tahun, sedangkan kapasitas terpasang Tanjung Priok hanya mencapai 6,45 juta TEUs.

Padahal Agung meningatkan pengembangan infrastruktur jalan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek) tidak mendukung penanganan arus peti kemas Tanjung Priok yang pada 2025 nanti akan mencapai 20 juta TEUs.

Pada perkembangan itu, ungkapnya, dibutuhkan tambahan armada angkutan kontainer hingga tiga kali lipat dari sekarang sebanyak 20.000 unit menjadi 70.000 unit.

“Ini akan menimbulkan masalah baru seperti kemacetan, inefisiensi logistik, pemborosan BBM, dan masalah lingkungan. Oleh karena itu, Jabar harus memiliki pelabuhan yang tentunya dapat menopang daya saing industri nasional.”

Dia menilai keberadaan Cilamaya juga sejalan dengan pengembangan infrastruktur lain yang sedang digarap di kawasan ini seperti jalan tol Cikampek-Palimanan dan Bandara Kertajati, Majalengka, Jabar.

Menurutnya, keberadaan infrastruktur itu jelas akan memicu kawasan industri baru yang membutuhkan pelayana kepelabuhanan yang optimal.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Jabar Deddy Taufik menyatakan Pelabuhan Cilamaya sudah masuk ke kebijakan nasional. Dia menilai Pemprov Jabar tinggal mendorong agar proyek ini terwujud menjadi pelabuhan umum.

“Pelabuhan ini harus bisa digunakan untuk multi-pihak agar Cilamaya berkembang, tidak bisa hanya khusus untuk satu pihak,” ungkapnya. Namun, dia menilai pembangunan proyek tersebut akan menempuh waktu yang panjang.

Sampai saat ini, dia menyatakan Pemprov Jabar masih terus menunggu pembagian peran yang akan diberikan pusat dalam proyek itu. “Kami masih menunggu kesepakatan bersama dengan pemerintah pusat,” katanya.

Saat ini, studi kelayakan yang di lakukan Japan International Cooperation Agency (JICA) masih belum selesai meskipun sudah dilakukan sejak lama.

Setelah studi kelayakan selesai, prosesnya akan berkelanjut pada penyusunan masterplan, detail engineering desain (DED), dan pembebasan lahan.

“Masalahnya, porsi pembebasan lahan akan dilakukan oleh siapa. Pemerintah Pusat atau Jabar,” tegasnya.

Dia menilai seharusnya nota kesepahaman proyek Cilamaya dilakukan pada tahun ini agar ada kepastian langkah yang harus dilakukan sejumlah pihak terkait.

“Sampai saat ini belum ada. Jadi kami menunggu tindak lanjut pemerintah,” ujarnya. Deddy menambahkan kehadiran Cilamaya akan solusi kemacetan di Tanjung Priok ataupun Bandara Soekarno-Hatta.

“Cilamaya itu bisa menjadi solusi kemacetan paling cepat, sekarang bisa dibayangkan di Cilincing saja macetnya sudah seperti apa.”

Dia menilai keberadaan Cilamaya juga menjadi kebangkitan baru konsep konektivitas antarmoda. Saat ini, dry port di Cikarang konektivitasnya masih terpisah-pisah, sementara dari Cikarang langsung ke Tanjung Perak, Surabaya bisa langsung menggunakan ketera api. “Kenapa dari Cikarang tidak langsung ke Cilamaya (pakai rel) yang jaraknya jauh lebih dekat,” katanya.

Deddy menegaskan Cilamaya merupakan bagian dari reposisi moda dari mengandalkan angkutan jalan raya ke kereta api yang kemungkinan besar akan terkoneksi ke Cilamaya.

“Saat ini, 82% angkutan masih mengandalkan jalan raya, sementara pertumbuhan jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan,” paparnya.


Sumber : Bisnis Indonesia, Senin 9 September 2013