Penertiban Biaya Peti Kemas Kosong Eks Impor - 08 Oct 2013
Untuk menghindari terjadinya tarif liar di depo sekitar pelabuhan Tg Priok karena bisa memicu kenaikan ongkos logistik, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) meminta agar Otoritas Pelabuhan mau menertibkan biaya penanganan peti kemas kosong itu. Selama ini biaya penanganan peti kemas eks impor yang dipungut pengelola depo empty bervariasi sehingga tidak ada kepastian biaya bagi pemilik barang.
Menurut Sofian Pane, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Jakarta, pemilik barang atau perusahaan forwarder yang mewakili kegiatan impor di Tg Priok membayar biaya penanganan depo empty untuk petikemas eks impor dengan sejumlah komponen antara lain ongkos perbaikan jika ada kerusakan peti kemas, pencucian peti kemas serta biaya menurunkan peti kemas di depo.
Kemudian biaya-biaya komponen repair peti kemas ukuran 20 kaki dikenakan sebesar Rp200.000,- sedangkan petikemas ukuran 40 kaki dikenakan Rp400.000. Untuk biaya pencucian peti kemas ukuran 20 kaki dikenakan Rp55.000 per boks dan untuk ukuran 40 kaki sebesar Rp110.000 per boks. Adapun biaya menurunkan peti kemas di depo empty dikenakan biaya Rp175.000 untuk ukuran 20 kaki dan Rp275.000 untuk ukuran 40 kaki. Ini katanya sudah disepakati Asosiasi. Padahal seharusnya semua tarif itu harus diakui pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara menurut pemilik barang selalu berada dipihak dirugikan atas ketidakpastian tarif di depo empty yang banyak beroperasi di luar pelabuhan Tg Priok. Apa lagi ada istilah jaminan biaya repair peti kemas impor tidak jelas dasarnya dari mana.
Oleh karena itu, diharapkan Kepala Otoritas Pelabuhan Tg Priok melakukan langkah konkrit untuk menertibkan tarif di depo empty tersebut guna berikan kepastian, biaya logistic dan meningkatkan yang bisa menjadikan daya saing ekonomi nasional. Keinginan Asosiasi maupun pemilik barang hanya ingin ditertibkan sehingga tidak ada lagi tarif liar tanpa landasan hukum. Seharusnya semua tarif itu harus diakui pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, sebelum semua tarif jasa kepelabuhanan dan pendukung kegiatannya berlaku seharusnya dibahas terlebih dahulu. Kemudian disepakati oleh asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan. Selain itu, tarif juga harus diakui pemerintah melalui perundang-undangan yang berlaku, tandasnya.
Sumber : Business News |