Defisit perdagangan tak bikin negara ambruk - 02 Aug 2012 Tren defisit neraca perdagangan yang terjadi dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, tidak serta merta membuat pemerintah khawatir. Kementerian Keuangan melihat, defisit neraca perdagangan hal yang wajar terjadi dan tidak berdampak signifikan pada perekonomian nasional.
"Ada negara yang current accountnya bertahun tahun defisit, ya tidak ambruk kok negaranya," ungkap Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro di GedungKementerian Keuangan, Rabu (1/8). Pemerintah menyadari defisit terus terjadi karena kinerja impor yang terus meningkat. Namun selama Indonesia masih mengimporbarang modal atau bahan baku, masih positif."Kalau yang naik itu barang konsumsi nah itu baru kita warning," tegasnya. Salah satu komoditi impor terbesar Indonesia adalah hasil minyak. Menurutnya, hal ini wajar di tengah tingginya permintaan akan bahan bakar minyak sebagai konsekuensi dari tumbuhnya perekonomian di Tanah Air. "Kita butuh energi lebih banyak," imbuhnya.Tren defisit ini diprediksi akan terus terjadi hingga akhir tahun. Namun, kata dia, tidak hanya Indonesia saja yang mengalamikondisi seperti ini. "Kan seluruh dunia juga begitu, kita mau apa, kita bukan negara yang bisa lepas dari krisis global begitu," ucapnya.Terbesar Surplus neraca perdagangan Indonesia Januari hingga Juni 2012 terus menurun. Hal tersebut karena masih belum maksimalnya kinerja ekspor di tengah terus meningkatnya kinerja impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, hingga Juni surplus neraca perdagangan mencapai US$476,2 juta. Jumlah tersebut terus turun selama tiga bulan terakhir mulai April, yaitu sebesar US$746 juta dan pada Mei US$485,9 juta. Khusus untuk neraca perdagangan Juni 2012, Indonesia mengalami defisit sebesar US$1,32 miliar. Defisit tersebut diperoleh dari kinerja ekspor sebesar US$15,36 miliar, atau lebih kecil dari kinerja impor US$16,69 miliar. "Defisit neraca perdagangan ini terbesar selama lima tahun terakhir," ujar Kepala BPS, Suryamin, di kantornya, Jakarta, Rabu 1 Agustus 2012. Defisit neraca perdagangan nonmigas RI terbesar hingga Juni masih terhadap China sebesar US$4,04 miliar dan Jepang US$3,05 miliar. Sementara itu, untuk negara ASEAN, Indonesia masih mengalami defisit sebesar US$727 juta. Untuk kawasan Uni Eropa, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. Namun, secara keseluruhan mengalami surplus neraca perdagangan sebesar US$2,32 miliar. Tanda bahaya
Efek krisis global nyata menerkam ekonomi Indonesia. Hal ini tampak pada defisit neraca perdagangan yang kian lebar menganga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Juni 2012, neraca perdagangan Indonesia minus sekitar US$ 1,32 miliar atau setara Rp 12,5 triliun (kurs US$ 1=Rp 9.500). Nilai ekspor US$ 15,36 miliar, sementara nilai impor mencapai US$ 16,69 miliar.
Nilai defisit perdagangan pada Juni 2012 merupakan rekor baru defisit perdagangan bulanan tertinggi dalam sejarah Indonesia, minimal dalam lima tahun terakhir. Lagi pula, ini juga kali pertama dalam sejarah neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit selama tiga bulan berturut-turut. Maklum, neraca perdagangan April dan Mei 2012 juga minus. Alhasil, sepanjang enam bulan pertama tahun ini surplus neraca dagang Indonesia hanya US$ 476 juta. Transaksi dagang Indonesia nyaris minus dengan semua negara mitra dagang utama. Selain kalah berniaga dengan China, perdagangan Indonesia dengan Jepang, Jerman, Malaysia, hingga Prancis juga minus. Menurut Suryamin, Kepala BPS, lonjakan impor bahan bakar penyebab utama melonjaknya defisit Juni 2012. Nilai defisit dari perdagangan hasil minyak mencapai sekitar US$ 2,1 miliar. Yang patut digarisbawahi, kelesuan ekonomi dunia berpotensi menekan ekspor Indonesia, sementara impor barang kian deras. Alhasil, "Bisa-bisa defisit terjadi sampai akhir tahun ini," kata Satwiko Darmesto, Direktur Statistik Distribusi BPS. Nada pesimisme juga meluncur dari mulut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, defisit neraca perdagangan ini bakal berlangsung sepanjang tahun ini. Dus, apakah kita harus pasrah? Bisa jadi demikian. Ekonom BCA David Sumual berpendapat, selama krisis Eropa dan Amerika Serikat belum usai, defisit tetap menghantui neraca dagang Indonesia. Tapi, prediksi David, defisit perdagangan bulan-bulan berikutnya tak sedalam defisit di bulan Juni. Alasannya, penurunan ekspor pada gilirannya juga menurunkan impor. Sebab, mayoritas impor Indonesia berupa bahan baku. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjaga agar defisit neraca perdagangan tak menyebabkan defisit neraca pembayaran. Caranya, menarik sebanyak-banyak arus modal asing serta mencari pasar ekspor yang baru. Tanpa upaya itu, ekonomi kita makin lesu dan bukan mustahil masuk ke krisis lagi. Jadi, segeralah bertindak. (VIVAnews/merdeka.com/gafeksi.com/<a href=http://nasional.kontan.co.id/news/alarm-bahaya-dari-perdagangan-indonesia>Kontan</a>) |