Bulog atur impor kedelai seperti beras - 11 Sep 2012 Dalam kurun waktu enam bulan ke depan, revitalisasi Badan Urusan Logistik (Bulog) dapat segera dilakukan. Sasaran pertama adalah penyediaan dan penataan komoditi kedelai yang beberapa waktu lalu sempat menghebohkan karena harga jualnya yang melonjak dan membuat produsen tempe mogok produksi. Direktur utama Bulog Sutarto Alimoeso menegaskan, pihaknya siap diserahi tanggung jawab tersebut. Namun dia menolak jika Bulog dianggap mengambil alih tata niaga kedelai nasional. "Saya kira jangan dibilang mengambil alih dong, tapi kita menjadi bagian penting menjaga stabilitas," ungkap Sutarto saat ditemui selepas rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, di Jakarta Selatan, Senin (10/7). Dia menegaskan, strategi pengelolaan kedelai akan seperti beras. Meski belum menyatakan menutup keran impor kedelai, pihaknya menjanjikan akan mengatur lebih baik dari saat ini. "Nanti kita atur impor karena saat ini pun masih impor 60 persen, dan sediakan cadangan yang dimainkan distribusinya oleh Bulog," jelasnya. Meski demikian, Sutarto memilih menunggu rumusan kewenangan Bulog untuk tata niaga kedelai yang saat ini masih dikaji oleh tim rekomendasi yang dipimpin Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi. "Dalam jangka pendek seharusnya nanti lahir peraturan presiden (Perpres), mengatur status Bulog sebagai badan penyangga jagung dan daging sapi, meski untuk prioritas utama adalah beras, kedelai, dan gula," katanya. Pemerintah mengembalikan fungsi Perum Bulog sebagai badan penyangga bahan pokok seperti di masa Orde Baru untuk mengantisipasi fluktuasi harga pangan. Selama ini Bulog hanya mengurusi stok beras saja. Anggota Komisi IV DPR Siswono Yudo Husodo optimis Bulog dapat memainkan peranannya, karena di zaman Orde Baru, perum ini pernah mengelola ketersediaan pelbagai macam bahan pangan. "Kalau lihat sejarahnya, tidak ada institusi milik negara yg mempunyai kapasitas gudang sebesar dengan pengalaman menangani bahan pangan seperti Bulog," kata dia. Tapi dia menilai selepas revitalisasi berjalan, Bulog harus membentuk divisi khusus menangani kedelai. "Ini barang baru, perlu divisi baru, saya kira karena kedelai produksinya lebih kecil dari beras, maka idealnya Bulog bisa mengelola 10 persen dari total produksi nasional ditambah impor, maka saya pikir sudah memadai," ujar Siswono. (merdeka.com) |